Perlawanan Berbuah Keadilan: Anton Heri Bebas dari Jerat Hukum

  • Whatsapp

JAKARTA, benualampung.com – Mahkamah Agung Republik Indonesia akhirnya memutuskan membebaskan Advokat Anton Heri dari semua dakwaan pidana dalam perkara yang menyeretnya sejak 2023. Putusan bebas ini dibacakan melalui amar kasasi Nomor 6413 K/PID.SUS-LH/2025 pada Jumat, 13 Juni 2025. Dalam putusan tersebut, majelis hakim Mahkamah Agung menyatakan bahwa “dakwaan tidak terbukti — terdakwa bebas.”

Putusan kasasi ini sekaligus membatalkan vonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Blambangan Umpu dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandar Lampung.

Direktur LBH Bandar Lampung, Suma Indra, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menegaskan bahwa pembebasan Anton Heri merupakan kemenangan atas keadilan dan pengakuan terhadap peran penting para pembela hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan.

“Putusan ini bukan hanya soal membebaskan satu orang, tetapi juga menunjukkan bahwa hukum jangan lagi dipakai sebagai alat tekanan terhadap para pembela HAM dan lingkungan. Ini bentuk nyata praktik kriminalisasi,” ujar Suma Indra, Minggu (3/8/2025)

Anton Heri, advokat dari LBH 98, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka karena mendampingi masyarakat tiga kampung—Kota Bumi, Sumsang, dan Penengahan di Kabupaten Way Kanan—yang sedang berkonflik dengan perusahaan perkebunan PT Adi Karya Gemilang (AKG). Perusahaan tersebut telah beroperasi selama lebih dari 32 tahun dan dianggap merugikan masyarakat lokal.

Pada 22 Maret 2023, Anton mendampingi masyarakat melakukan aksi perbaikan jalan di dalam area HGU milik PT AKG. Aksi tersebut kemudian dilaporkan oleh pihak perusahaan ke Polda Lampung dengan tuduhan pelanggaran Pasal 107 UU Perkebunan dan Pasal 55 KUHP, yang kemudian dijadikan dasar tuntutan oleh Kejaksaan Negeri Blambangan Umpu.

Namun, menurut Suma Indra, tindakan Anton Heri adalah bagian dari pembelaan hukum yang dijamin secara konstitusional melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Oleh karena itu, segala bentuk tuduhan pidana terhadapnya tidak memiliki dasar hukum yang sah.

“Kasus ini mencerminkan bagaimana aparat penegak hukum masih sering menjadi kepanjangan tangan kepentingan modal. Mereka lupa bahwa advokat memiliki kekebalan hukum dalam menjalankan tugas profesinya,” lanjut Suma.

Kasus ini disebut sebagai bentuk judicial harassment, atau penyalahgunaan proses hukum yang bertujuan membungkam suara-suara kritis yang membela hak rakyat dan kelestarian lingkungan. Aktivis yang paling vokal seringkali dijadikan sasaran kriminalisasi demi melemahkan gerakan advokasi.

Putusan bebas Mahkamah Agung ini menjadi titik terang di tengah buramnya sistem penegakan hukum di Indonesia, terutama saat masyarakat kecil berhadapan dengan korporasi atau kepentingan modal besar. Hal ini juga menjadi sinyal penting bagi aparat penegak hukum agar bersikap lebih objektif dan profesional dalam menangani perkara, terutama yang melibatkan pembela HAM.

“Putusan ini adalah pengingat bahwa hukum seharusnya berpihak pada kebenaran dan keadilan, bukan alat kekuasaan. Mahkamah Agung melalui putusan ini telah menunjukkan keberpihakan pada prinsip fair trial dan imparsialitas hakim,” tutup Suma Indra.

Dengan putusan ini, Anton Heri dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan. Kemenangan ini menegaskan pentingnya menjaga marwah pengadilan serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang bersih dan berkeadilan. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *